Sebelum
Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah Anda pelajari pada
modul sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses
akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran
bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan
Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi
tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut
perilaku masyarakat Indonesia.
1. Seni Bangunan
Wujud
akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam,
istana. Wujud akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:
a.
Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap
yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas
berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah
dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
b.
Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di
luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau
bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan
merupakan budaya asli Indonesia.
c.
Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau
bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan
makam.
Mengenai
contoh masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati
(Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid sebagai wujud
akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari
wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
a.
makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat.
b.
makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau
Kijing,nisannya juga terbuat dari batu.
c.
di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup
atau kubba.
d.
dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan
makam atau kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk
kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak
beratap dan tidak berpintu).
e.
Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur di Tuban.
Bangunan
istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga
memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias,
maupun dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi
dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu).
2. Seni Rupa
Tradisi
Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni
logam), agar didapat keserasian, ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk
kera yang distilir.
Ukiran
ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga ditemukan pada gapura-gapura
atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada gapura.
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh
terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan
Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan
istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa
Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan
Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai
motif hiasan ataupun ukiran.
Sedangkan
dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra
yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni
sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu
menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang
mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a. Hikayat
yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu),
Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.Babad
adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk
adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon
adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang
berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk
seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
4. Sistem Pemerintahan
Dalam
pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan
digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti
Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem
pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar
Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
5. Sistem Kalender
Sebelum
budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun
78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi,
pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal
hari-hari pasaran? Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram
menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
Pada
kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan
bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender
Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555
Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H
yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Demikianlah
uraian materi tentang wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan kebudayaan
Islam, sebenarnya masih banyak contoh wujud akulturasi yang lain, untuk itu
silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda, mencari wujud akulturasi dari
berbagai pelaksanaan peringatan hari-hari besar Islam atau upacara-upacara yang
berhubungan dengan keagamaan.